KIEV, KOMPAS.com - Jemari Elton John menari di atas bilah-bilah nada piano, menghadirkan melodi berenergi. Musik pop-rock bernuansa klasik dan gospel yang dihadirkan penyanyi asal Inggris itu mengentak pusat Kota Kiev, Ukraina. John menyihir ribuan penonton yang memadati zona suporter Piala Eropa 2012 di Independence Square dan Jalan Khreschatyk, Kiev, Ukraina untuk bergoyang, berjingkrak mengikuti atmosfer menjelang final Piala Eropa 2012.
Musisi yang telah berusia 65 tahun itu belum kehilangan pamornya. Kelihaiannya memainkan instrumen nada dan vokal yang kental masih memukau seperti saat ia mencapai puncak tangga lagu United Kingdom pada 1990 melalui karya monumentalnya, Sacrifice. Lagu yang lahir dari proses kontemplatif soal cinta dan kesetiaan itu mengiringi ribuan pasangan muda-mudi di zona suporter Kiev berdansa.
Tubuh-tubuh yang dibakar cinta saling mendekap, bergerak gemulai diiringi lirik puitis, And its no sacrifice, just a simple word. Its two hearts living, in two separate worlds. But its no sacrifice, no sacrifece, its no sacrifice at all.
John menghadirkan suasana yang menyejukkan, atmosfer kasih sayang membekap Kiev yang akan menjadi arena laga bersejarah, final Piala Eropa antara juara bertahan Spanyol dan Italia. Musik, seni, dan olahraga bersatu dalam denyut kehidupan di Kiev, menghapus stigma rasialisme dan kekerasan yang membubung tinggi menjelang Piala Eropa. Kiev membuktikan dirinya sebagai kota ramah, nyaman bagi suporter sepak bola.
Kiev rumah kedua bagi saya. Kalian orang-orang yang sangat baik. Saya menyayangi kalian semua, ujar Elton John yang disambut tepuk tangan meriah ribuan penonton konser.
Kiev sudah menjadi rumah kedua bagi suporter sepak bola. Mereka yang datang dengan kekhawatiran rasialisme dan kekerasan mendapati wajah Kiev yang berbeda. Kota tua di jalur perdagangan bangsa-bangsa Skandinavia ke Konstantinopel, Turki, itu sangat ramah terhadap wisatawan Piala Eropa. Banyak di antara mereka yang awalnya hanya ingin melihat satu atau dua partai memperpanjang liburannya untuk berkeliling Ukraina ke Lviv, Donetsk, dan Kharkiv.
Di sini nyaman sekali, cuacanya bagus. Birnya murah, gadisnya cantik-cantik dan menyenangkan. Selama di sini tidak ada masalah keamanan, ujar Michael, pria asal Jerman.
Isu rasialisme berhasil ditepis oleh masyarakat Ukraina dengan keinginan besar menjadi tuan rumah yang baik. Di awal kedatangan di Kiev, bayangan masyarakat yang eksklusif membayangi setiap kali berjalan menyusuri jalur pejalan kaki di kota yang dibuka oleh bangsa Slavic ini. Kekhawatiran itu cepat sekali pudar oleh senyum gadis-gadis berparas elok ataupun para pemuda yang dengan senang hati memberikan informasi.
Di dalam gerbong kereta bawah tanah yang jalurnya berada sekitar 100 meter di dalam perut bumi, para suporter yang kebingungan menentukan stasiun pemberhentian terdekat dengan Stadion Olimpiade Kiev sangat terbantu dengan para penumpang lain yang memberikan informasi. Sebagian besar warga Kiev tidak bisa berbahasa Inggris, tetapi mereka berkeinginan besar membantu. Berbekal kata-kata yang terbatas, seperti football, stadium, atau fans zone, semua masalah selesai dengan mudah.
Kami memang mendapat tuduhan-tuduhan yang menyakitkan seperti itu, khususnya dari media Inggris. Saya tidak perlu menjelaskan kepada Anda bagaimana kami ini, Anda sudah merasakan sendiri di Ukraina ini semua orang ramah, ujar Anton Galushka-Adaykin, Asisten Profesor Bidang Hubungan Internasional di Universitas Internasional Slavonic, Kharkiv.
Keraguan, kekhawatiran, dan tuduhan miring mengenai Kiev lebur dalam konser musik Elton John dan Queen dengan vokalis Adam Lambert, peringkat kedua American Idols musim ke-8. Setelah ribuan warga Kiev, suporter Spanyol, Italia, dan para penggila bola lainnya dihibur oleh lagu-lagu Elton John, mereka menggetarkan malam diiringi cabikan gitar grup band Queen. Inilah Kiev, rumah kedua pencandu sepak bola. (Agung Setyahadi/Mh Samsul Hadi dari Kiev, Ukraina)
Via: Kiev, Rumah Kedua Penggila Sepak Bola
No comments:
Post a Comment